Jumat, 06 November 2009

Pengembangan Kurikulum Kimia SMP

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya zaman mengakibatkan tingkat kemampuan berfikir seseorang juga akan meningkat sehingga menyebabkan tingkat kebutuhan manusia semakin bermacam-macam. Jika dulunya seseorang puas dengan satu kebutuhan saja maka sekarang satu kebutuhan tersebut tidak menghasilkan kepuasan sehingga manusia menuntut hal-hal lain lagi yang belum dia dapatkan.
Meningkatnya kebutuhan manusia tersebut tidak hanya terjadi pada satu bidang melainkan di seluruh bidang yang ada dalam masyarakat. Begitu juga dengan bidang ilmu dan pendidikan hal ini karena semakin tinggi kebutuhan manusia diperlukan ilmu yang lebih tinggi pula sehingga dalam dunia pendidikan kurikulum yang lama tidak akan mampu memenuhi kebutuhan akan ilmu sesui kondisi zaman pada saat ini sehingga kurikulum harus senantiasa dilakukan pengembangan sesuai dengan perkembangan zaman saat ini dengan tujuan agar mutu pendidikan meningkat. Apalagi pembangunan harus didukung oleh perkembngan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempercepat terwujudnya bangsa yang unggul dan tangguh. Dukungan iptek tersebut dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju, dan sejahtera. Iptek sendiri berlangsung sangat cepat bersamaan dengan persaingan antar bangsa yang semakin ketat dan meluas sehingga diperlukan persiapan untuk bisa menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan iptek supaya SDM yang dimiliki tinggi dan selalu meningkat.
Dengan adanya perubahan zaman yang sangat cepat tersebut mengakibatkan banyak masalah-masalah baru yang bermunculan sehingga dibutuhkan ilmu pengetahuan yang luas untuk mencari penyelesainnya untuk itu dengan tingginya mutu pendidikan dapat mengatasi masalah-masalah yang ada. Ilmu yang diperlukan saat ini tidak hanya bidang sosial maupun politik tetapi juga dalam bidang IPA karena perubahan zaman tersebut juga mengakibatkan berubahnya lingkungan alam sekitar.
Dalam mengenalkan ilmu pengetahuan yang baru terutama dalam bidang IPA harus dimulai sejak dini karena dilingkungan sekitar sudah berhubungan langsung dengan ilmu IPA terutama kimia karena semua makhluk tidak bisa terlepas dari kimia sebab semua materi yang ada di alam ini adalah kimia. Ilmu kimia tersebut harus dikenalkan pada anak-anak yang sudah mulai beranjak remaja karena pada masa usia segitu di harapkan siswa mulai mampu berfikir kritis dan ilmiah. Mengingat pentingnya ilmu kimia tersebut sebaiknya diketahui bagaimana kurikulum kimia serta pengembangannya untuk tingkat SMP dan bagaimana kenyataan yang terjadi dalam kehidupan nyata di Negara Indonesia.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan kurikulum pada bidang studi kimia di tingkat SMP?
2. Bagaimana kesesuaian kurikulum yang diterapkan dalam proses pengajaran di Indonesia dalam kehidupan nyata?

Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
3. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum pada bidang studi kimia di tingkat SMP?
4. Untuk mengetahui kesesuaian kurikulum yang diterapkan dalam proses pengajaran di Indonesia dalam kehidupan nyata?





BAB II
PEMBAHASAN


Pengembangan Kurikulum
Pengertian
Sebelum mengetahui pengertian pengembangan kurikulum sebaiknya dikenal dulu dengan yang namanya kurikulum.
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu “curriculae” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Menurut pengertian lama kurikulum adalah jangka waktu pendidikan yang ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijasah.(Oemar Hamalik,1995:16).
Namun seiring dengan berjalannya waktu pengertian kurikulum juga semakin berkembang bahkan ada bermacam-macam pengertian yang dapat dirumuskan antara lain pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.(Bab 1,pasal 1 butir 9).
Setelah mengetahui apa yang disebut dengan kurikulum selanjutnya akan dibahas tentang pengertian pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum luas dan spesifik.(Oemar Hamalik,184:183)

Karakteristik dalam Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dalam pengembangan kurikulum diantaranya sebagai berikut:
a. rencana kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan yang jelas;
b. suatu progam atau kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari kurikulum;
c. rencana kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik;
d. rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong diversitas diantara para pelajar;
e. rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar;
f. rencana kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa pengguna.

Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, kebutuhan pembangunan Nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Sedangkan pendidikan nasional itu sendiri berlandaskan pancasila dan UUD 1945.

Pengembangan Kurikulum Kimia SMP

Sebuah progam pembelajaran dapat berjalan sesuai yang diharapkan jika direncanakan dengan baik. Untuk itu disetiap mata pelajaran harus mempunyai kurikulum bidang studi yang harus dirancang khusus untuk menghasilkan lulusan yang berkompeten. Kurikulum kimia SMP juga dirancang sebagai pembelajaran yang berkompetsi hal ini dikarenakan kimia kimia memegang peranan penting sebagai salah satu pengetahuan untuk memperkenalkan para peserta didik dengan benda-benda di sekelilingnya bahkan dengan dirinya sendiri karena semua yang ada di alam ini merupakan zat kimia baik alami ataupun sintetis. Untuk itu sekarang ilmu kimia mulai diperkenalkan kepada siswa tingkat SMP sehingga dengan begitu siswa akan mengenal kimia yang ada disekitarnya dan mampu mengklasifikasikan mana zat kimia yang berbahaya dan mana zat kimia yang tidak berbahaya. Pengembangan kurikulum kimia SMP merespon perkembangan informasi, ilmu pengetahua, dan teknologi sesuai kebutuhan masyarakat pada masa sekarang ini.
Kimia merupakan salah satu aspek yang tergabung dalam bidang IPA yang mengkaji berbagai fenomena atau gejala baik makhluk hidup ataupun benda tak hidup yang ada di alam semesta. Untuk mengikuti perubahan zaman yang semakin modern ini Indonesia juga mengalami perubahan kurikulum yang terjadi berkali-kali. Pertama kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum 1974 kemudian berpengaruh terhadap kurikulum 1984 dan kurikulum 1994 selanjutnya berubah menjadi kurikulum 2004 atau yang biasa disebut KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) kemudian pada tahun 2006 KBK telah disempurnakan menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) hingga sekarang ini.

Kurikulum 1974
Pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak masa proklamasi kemerdekaan atau tepatnya tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu telah terjadi beberapa kali pembaharuan kurikulum mulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah. Pembaharuan kurikulum tersebut dilakukan untuk membuat pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Pada kurikulum ini IPA belum begitu diperhatikan dan bidang studi kimia pun belum ada di tingkat SMP hal ini karena masih penyesuaian dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintahan Belanda.

2. Kurikulum 1984
Kurikulum ini menggantikan kurikulum 1975 kurikulum ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan kerja industri pada masa itu. Pada kurikulum ini siswa dipersiapkan untuk kebutuhan kerja di industri. Pada kurikulum ini ilmu IPA juga belum diperhatikan apalagi untuk ilmu IPA murni hal ini karena pada masa ini ilmu ini dirasa belum diperlukan sehingga ilmu kimia pada saat ini juga belum diterapkan untuk anak SMP.


3. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 berisi tentang kewenangan pengembangan yang seluruhnya berada ditangan pusat dan daerah sehingga sekolah tidak begitu terlibat, kemudian tidak terjadi penataan materi, jam pelajaran serta struktur program siswa hanya dianggap sebagai siswa yang harus menerima semua materi dan tanpa mempraktekannya. Pada kurikulum ini siswa sangat pasif, siswa hanya datang, duduk diam mendengarkan sehingga potensi siswapun kurang bisa dioptimalkan. Pada masa ini bidang studi kimia juga belum bisa direalisasikan pada tingkat SMP.
Kurikulum KBK
Perubahan kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum KBK ini karena mutu pendidikan di Indonesia kurang baik. Hal ini dapat terjadi karena pada kurikulum 1994 siswa hanya bersifat pasif, siswa tidak dapat menerapkan ilmu yang dia dapatkan karena sistem dalam kurikulum ini siswa hanya menghafal tanpa memahami isinya sehingga apa yang dia hafal juga akan mudah lupa. Oleh karena itu, dengan kurikulum KBK ini siswa dapat diharapkan bersifat aktif, mampu berfikir kritis dan kreatif. Pada kurikulum ini sekolah mendapatkan kewenangan dalam mengatur dan menyusun kurikulum di sekolahnya.
Pada kurikulum ini bidang studi kimia sudah mulai diterapkan pada tingkat SMP. Pada kurikulum ini mata pelajaran bidang IPA tingkat SMP yang meliputi fisika, biologi, dan kimia masih terpisah-pisah belum ada keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya dalam satu bidang IPA sehingga guru-guru yang mengajari masih berbeda-beda dari tiap bidang studinya.
Kurikulum KTSP
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum lanjutan dari kurikulum KBK. KTSP bertujuan untuk menyempurnakan kurikulum KBK. Pada kurikulum ini prinsipnya hampir sama dengan kurikulum KBK. Pada kurikulum ini guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya. Keberhasilan pendidikan akan tergantung pada sekolah dan guru yang menerapkan kurikulum tersebut dengan harapan dapat meningkatkan kualitas SDM.
Agar peserta didik SMP dapat mempelajari IPA dengan benar, mata pelajaran IPA di SMP hendaknya diajarkan secara utuh atau terpadu, tidak dipisah-pisahkan antara biologi, fisika, dan kimia. Misalnya pada bidang studi kimia dalam mengajarkannya harus dikaitkan dengan mata pelajaran fisika dan biologi.
Ketidak-utuhan konsep IPA dalam pembelajarannya secara psikologis dirasakan berat bagi peserta didik tingkat SMP. Pembelajaran IPA di SMP secara utuh akan mengajak peserta didiknya untuk mulai ke arah berpikir abstrak dengan mengenalkan IPA secara utuh dengan harapan muncul upaya penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Menjadikan materi IPA di SMP secara terpadu seperti yang digariskan oleh Kurikulum KTSP semata untuk merespon pertanyaan kritis mengenai materi IPA sebelumnya. Sehingga, materi IPA kurikulum KTSP untuk SMP didesain untuk menjawab persoalan-persoalan pada masalah-masalah yang umum.

Implementasi Kurikulum Kimia dalam Pengajaran

Dalam menerapkan kurikulum kimia di tingkat SMP ini belum ada kesesuaian dengan apa yang diharapkan sebagimana yang terdapat dalam kurikulum KTSP. Dalam sistem pendidikan nasional secara nyata sampai saat ini belum melahirkan secara khusus guru IPA, melainkan menghasilkan guru biologi, kimia, dan fisika. Untuk itulah IPA di SMP diajarkan secara terpisah sekaligus mengakomodasi keberadaan guru biologi dan fisika. Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA dengan situasi lebih alami dan situasi dunia nyata, serta mendorong siswa membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari hari. Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep IPA dan berpikir tingkat tinggi dan memungkinkan mendorong siswa peduli dan tanggap terhadap lingkungan dan budaya.
Meskipun belum ada guru khusus bidang IPA guru-guru bidang studi harus saling berkomunikasi antara guru bidang studi yang satu dengan yang lainnya. Sehingga akan didapatkan materi IPA yang terpadu. Tapi apa yang terlihat dalam kenyataan pembelajaran. Guru menjelaskan materi masing-masing tanpa mengaitkan dengan mata pelajaran yang lain. Hal ini membuktikan bahwa implementasi kurikulum kimia belum ada kesesuaian dengan apa yang di harapkan.



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kimia merupakan salah satu aspek yang tergabung dalam bidang IPA yang mengkaji berbagai fenomena atau gejala baik makhluk hidup ataupun benda tak hidup yang ada di alam semesta. Untuk mengikuti perubahan zaman yang semakin modern ini Indonesia juga mengalami perubahan kurikulum yang terjadi berkali-kali termasuk kurikulum kimia. Pertama kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum 1974 kemudian berpengaruh terhadap kurikulum 1984 dan kurikulum 1994 selanjutnya berubah menjadi kurikulum 2004 atau yang biasa disebut KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) kemudian pada tahun 2006 KBK telah disempurnakan menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) hingga sekarang ini. Namun kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran selama ini belum sesuai dengan kurikulum kimia yang terdapat dalam KTSP dan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,Oemar.2008.Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.Bandung: Remaja Rosdakarya
Hamalik,Oemar.2003.Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta: Bumi Aksara

Titrasi Oksidimetri

A. JUDUL : Titrasi Oksidimetri
B. TUJUAN : Membuat dan Menentukan (Standarisasi) Larutan Na2S2O3
C. DASAR TEORI
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Svehla, 1997).
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga boraks atau natrium seringkali ditambahkan sebagai pengawet.
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-
Reaksinya berjalan cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalen dari Na2­S2O3.5H2O adalah berat molekularnya 248,17 karena satu electron persatu molekul hilang. Jika pH dari larutan diatas 9 tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat.
4I2 + S2O32- + 5 H2O → 8 I - + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin oksidasi menjadi sulfat tidak muncul , terutama jika Iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksidasi kuat seperti garam permanganate,garam dikromat dan garam serium(IV) mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat ,namun reaksinya tidak kuantitatif.
Dalam standarisasi larutan-larutan tiosulfat sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodn murni adalah standar yang paling jelas namun jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodine dari iodide,sebuah iodometrik.
Kalium iodat dan kalium bromat megoksidasi iodide secara kuantitatif menjadi iodine dalam larutan asam.
IO3- + 5I + 6H+ → 3I 2 + 3H2O
BrO3- + 6 I- + 6H+ → 3 I2 + Br - + 3H2O
Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat ,reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit kelebihan ion hydrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lambat namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hydrogen biasanya sejumlah kecil ammonium molibda ditambah sebagai katalis.
Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah bahwa berat ekivalen mereka kecil. Dalam setiap kasus berat ekivalen adalah seperenam dari berat molecular dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3 adalah 27,84 untuk menghindari kesalahan yang besar dalam menimbang,petunjuk-petunjuk biasa mensyaratkan penimbangan sebuah sample yang besar pengenceran di dalam labu volumetric dan menarik mundur alikuot. Garam kalium asam iodat ,KIO3 ,­ HIO3 dapat juga dipergunakan sebagai standar primer namun berat ekivalennya juga kecil seperduabelas dari berat molekulrnya atau 32,49.
Iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relative merupakan reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida(KI3)
I2 + 2e → 2I –
Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi ia larut dalam larutan KI harus disimpan pada tempat yang dingin dan gelap . berkurangnya iodium dan akibat penguapan dan oksidsi udara menyebabkan banyak kesalahan dalm analisis dapat distandarisasi dengan Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan senyawa lain.
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:
I3- + 2S2O32 - → 3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai
S2O32- + I3- → S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi:
S2O3I- + S2O32 - → S4O62- +I3-
Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Potensial reduksi dari zat-zat tertentu naik banyak sekali dengan naiknya konsentrasi ion-hidrogen dari larutan. Inilah halnya dalam sistem-sistem yang mengandung permanganat, dikromat, arsenat, antimonat, borat dan sebagainya yakni, dengan anion-anion yang mengandung oksigen dan karenanya memerlukan hidrogen untuk reduksi lengkap. Banyak anion pengoksid yang lemah direduksi lengkap oleh ion iodida, jika potensial reduksi merekanaik banyak sekali karena adanya jumlah besar asam dalam larutan (Bassett, 1994).
Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iod adalah:
1. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang cukup berarti
2. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:
4I- + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O
Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida pada larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan untuk waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II) oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara:
2HNO2 + 2H+ + 2I- → 2NO + I2 + 2H2O
4NO + O2 + 2H2O → 4HNO2
Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan berasam untuk membebaskan iodium:
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
(Day & Underwood, 1981).

D. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Labu ukur 100 mL
Pipet gondok 10 mL
Erlenmeyer 250 mL
Pipet tetes
Buret

Bahan :
Larutan KIO3 sebagai larutan baku
Air suling
Larutan Na2S2O3 ± 0,1 N
KI 20%
HCl 4 N
larutan kanji
Larutan H2SO4
Amonium molibdat 3%
Pemutih (bayclin sebagai aplikasinya)

E. CARA PELAKSANAAN :
Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 Dan
Pembuatan larutan KIO3 sebagai larutan baku
Timbang 0,1 Dan KIO3 sebanyak 0,37 gr dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutkan dengan air suling dan encerkan sampai tanda batas. Kocok dengan baik agar tercampur sempurna.
Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N dengan KIO3
Bilas dan isi buret dengan larutan Na2S2O3 ± 0,1 N. Pipet dengan pipet seukuran (pipet gondok) 10 mL larutan KIO3 ± 0,1 N, masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 4 mL KI 20% dan 1 mL HCl 4 N. Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna menjadi kuning muda, kemudian ditambahkan kanji dan dititrasi terus sampai warna biru hilang. Baca dan catat angka pada buret saat awal dan akhir titrsi, tentukan dan catat volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan dalam titrasi. Hitung konsentrasi larutan natium tiosulfaat.
Ulangi titrasi sampai 3 kali menggunakan volumelarutan natrium tiosulafat yang sama. Hitung konsentrasi lautan natrium tiosulfat rata-rata.
Aplikasi menggunakan pemutih (bayclin)
1. Pembuatan larutan KIO3 sebagai larutan baku
Timbang 0,1 Dan KIO3 sebanyak 0,37 gr dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutkan dengan air suling dan encerkan sampai tanda batas. Kocok dengan baik agar tercampur sempurna.
2. Penentuan (standarisasi) pemutih (bayclin) dengan KIO3
Bilas dan isi buret dengan larutan Na2S2O3 ± 0,1 N. Pipet dengan pipet tetes sebanyak 2 mL, masukkan dalam Erlenmeyer dan tambah 75 mL air suling, ditambah 0,3 gr KI, tambah 2 mL H2SO4 1:6 dan tambah 3 tetes ammonium molibdat 3%. Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna menjadi kuning muda, kemudian ditambahkan kanji dan dititrasi terus sampai warna biru hilang. Baca dan catat angka pada buret saat awal dan akhir titrsi, tentukan dan catat volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan dalam titrasi. Hitung konsentrasi larutan natium tiosulfaat.
Ulangi titrasi sampai 3 kali menggunakan volumelarutan natrium tiosulafat yang sama. Hitung konsentrasi lautan natrium tiosulfat rata-rata.

F. ANALISIS DATA
1. Pembuatan Larutan KIO3
Sebanyak 0,37 gram KIO3 dalam bentuk serbuk putih dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL kemudian ditambah air suling(aquades) tidak berwarna dikocok hingga larut sempurna kemudian ditambahkan air lagi hingga tanda batas maka diperoleh 100 mL larutan KIO3 tidak berwarna 0,0172M atau kalau dibulatkan sekitar 0,02 M.

Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3
Dari 100 mL larutan KIO3 tidak berwarna yng telah dibuat diambil 10 mL dengan menggunakan pipet seukuran (pipet gondok) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambah

4 mL KI 20% tidak berwarna kemudian ditambah lagi dengan 1 mL HCl 4N tidak berwarna penambahan ini bertujuan untuk menjadikan suasana asam. Dari penambahan-penambahan yang dilakukan dihasilkan larutan berwarna coklat kekuningan kemudian larutan ini dititrasi dengan larutan Na2S2O3 tidak berwarna hingga larutan berwarna kuning muda. Setelah menjadi kuning muda larutan ditambah dengan 4 tetes larutan kanji tidak berwarna maka larutan berubah warna menjadi biru hal ini menunjukkan bahwa didalam larutan terdapat I2 dan larutan kanji ini berfungsi sebagai indicator. Kemudian titrasi dilanjutkan lagihingga warna biru tepat hilang hal ini menunjukkan bahwa didalam larutan tidak terdapat lagi I2 melainkan telah menjadi I­- . percobaan ini dilakukan sampai tiga kali dengan diperoleh data volum Na2S­2O3 yang digunakan sebagai berikut:
V1 = 7,2 mL , V2 = 7,1 mL , V3 = 7,0 mL. sehingga perhitungannya sbb
Persamaan reaksinya:
2 IO3- + 12 H+ + 10 e → I 2 + 6 H2O x 1
2 I - → I2 + 2e x 5
2 IO3- + 12 H+ + 10 I-- → 6 I2 + 6 H2O
I2 + 2e → 2I-
2 S2O3 2 - → 2e + S4O62-
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2 I -
Massa KIO3 yang digunakan adalah 0,37 gram , Mr = 214,0042 dan n = 6
N KIO3 = gram . n
Mr . V
= 0,37 x 6
214,0042 . 0,1
= 0,1037 N
Pada percobaan pertama
mKIO­3 = 0, 37 gram
V Na2S2O4 = 7,2 mL
molek KIO3 = molek Na2S2O3
N1 . V1 = N 2 . V2
0,1037 . 10 = N2 . 7,2
N Na 2 S 2O 3 = 0,1440 N
Pada percobaan kedua
mKIO3 = 0,37 gram
V Na2S2O4 = 7,1 mL
molek KIO3 = molek Na2S2O3
0,1037 . 10 = N2 . 7,1
N Na 2 S 2O 3 = 0,1460 N

Pada percobaan ketiga
mKIO3 = 0,37 gram
V Na2S2O4 = 7,0 mL
molek KIO3 = molek Na2S2O3
N1 . V1 = N 2 . V2
0,1037 . 10 = N2 . 7,0
N Na 2 S 2O 3 = 0,1481 N
Jadi N rata – rata Na2S2O3 yang diperoleh dari ketiga percobaan ini adalah 0,146 N. Normalitas yang dihasilkan ini digunakan untuk mencari data pada percobaan berikutnya.

Aplikasi Titrasi Iodometri Dengan menentukan kadar Cl2 pada pemutih(bayclin)
Dengan mengukur berat jenis pemutih (bayclin) diperoleh massa pikno 20 gram dan massa kotor pemutih 75 gram sehingga massa pemutih adalah 55 gram dengan volum 50 mL sehingga diperoleh berat jenis pemutih sebesar 1,1 gram/mL. kemudian dari 50 mL diambil 2 mL dari pemutih (tidak berwarna) dan dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambah aquades 75 mL agar tidak terlalu pekat kemudian ditambah 0,3 gram KI berupa serbuk putih sehingga dihasilkan larutan berwarna coklat kekuningan kemudian ditambah lagi lagi dengan 2 mL H2SO4(tidak berwarna) dengan tujuan untuk menjadikan suasana asam serta ditambahkan juga dengan 3 tetes Amonium molibdat 3% (tidak berwarna) sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Dari penambahan-penambahan yang dilakukan ini diperoleh larutan berwarna coklat tua dan terdapat endapan. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 tidak berwarna sampai larutan berwarna kuning muda dan endapan menghilang. Setelah menjadi kuning muda larutan ditambah dengan 5 mL larutan kanji tidak berwarna maka larutan berubah warna menjadi ungu kehitaman hal ini menunjukkan bahwa didalam larutan terdapat I2 dan larutan kanji ini berfungsi sebagai indicator. Kemudian titrasi dilanjutkan lagi hingga warna ungu kehitaman tepat hilang hal ini menunjukkan bahwa didalam larutan tidak terdapat lagi I2 melainkan telah menjadi I­- . percobaan ini dilakukan sampai tiga kali dengan diperoleh data volum Na2S­2O3 yang digunakan sebagai berikut:
V1 = 16,6 mL , V2 = 19,7 mL , V3 = 17,7 mL. sehingga perhitungannya sbb:
Cl2 + 2 I - → 2Cl - + I2
I 2 + 2 S2O32 - → S4O 62 - + 2 I-
Pada percobaan pertama
massa sampel = V x ρ
= 2 x 1,1
= 2,2 gram

molek Na2S2O3 = molek Cl2
N. V = molek Cl2
0,146 x 16,6 = molek Cl2
2,4236 x 10-3 = molek Cl2
Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE
= 0,0024 x 35,5
1
= 0,0852 gram
% massa Cl2 = massa Cl2 x 100%
massa sampel
= 0,0852 x 100%
2,2
= 3,8727 %
= 3,88 %


Pada percobaan Kedua
massa sampel = V x ρ
= 2 mL x 1,1 gram/mL
= 2,2 gram

molek Na2S2O3 = molek Cl2
N. V = molek Cl2
0,146 x 19,7 = molek Cl2
2,8762 x 10-3 = molek Cl2
Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE
= 0,0029 x 35,5
1
= 0,1029 gram
% massa Cl2 = massa Cl2 x 100%
massa sampel
= 0,1029 x 100%
2,2
= 4,6772 %
= 4,68 %

Pada percobaan Ketiga
massa sampel = V x ρ
= 2 mL x 1,1 gram/mL
= 2,2 gram
molek Na2S2O3 = molek Cl2
N. V = molek Cl2
0,146 x 17,7 = molek Cl2
2,5842 x 10-3 = molek Cl2
Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE
= 0,0026 x 35,5
1
= 0,0923 gram

% massa Cl2 = massa Cl2 x 100%
massa sampel
= 0,0923 x 100%
2,2
= 4,1954 %
= 4,19 %
Jadi kadar rata-rata Cl2 dalam sampel pada percobaan ini adalah sekitar 4,25 %

Perhitungan kesalahannya adalah:
Kesalahan % = (∆ X/Xrata-rata) x 100%
Diketahui : X maks = 4,68 % = 0,0468
X min = 3,88 % = 0,0388

Penyelesaian :
∆X = (Xmaks – Xmin)/2
= (0,0468-0,0388)/2
= 0,008/2 = 0,004
X rata-rata = (Xmaks + Xmin)/2
= (0,0468 + 0,0388)/2
= 0,0428
Kesalahan% =(0,004/0,0428) x 100%
= 9,3458 %
= 9,36 %

DISKUSI
1. Untuk menentukan titik akhir suatu titrasi harus dilakukan secara cermat dan teliti , kelebihan larutan Na2S2O3 sedikit saja saat titik akhir sudah tercapai akan membuat larutan Erlenmeyer tidak berwarna padahal seharusnya berwarna kuning muda dan sebaliknya apabila larutan Na2S2O3 masih kurang maka warna kuning yang diinginkan tidsk sesuai karena warnanya kurang muda(terlalu pekat), sehingga akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan untuk menentukan normalitas Na2S2O3. Titik akhir titrasi tidak jauh berbeda dengan titik ekivalennya, namun karena faktor keterbatasan indera penglihatan membuat titik akhir titrasi tidak tepat dengan titik ekivalennya.
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai normalitas sebagai larutan baku adalah 0,1037 N, sedangkan nilai normalitas larutan Na2S2O3 rata-rata adalah 0,146 N
2. Untuk aplikasi iodometri yaitu penentuan kadar ­Cl2 dalam pemutih(bayclin) diperoleh kadar rata-rata ­ sebesar 4,25 %